PLURALISME : BINNEKA TUNGGAL IKA
Oleh : HENDRA GUNAWAN [Biro Keorganisasian PC. IPNU-Medan]I |
ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, bangsa yang mempunyai tingkat heterogenitas tertinggi di dunia, satu bangsa dengan ratusan etnis, ratusan bahasa, dan bermacam-macam agama serta beranekaragam latar belakang budaya plus adat istiadat, keberagaman merupakan keniscayaan yang telah ditetapkan oleh yang punya semesta alam ini atau sunnatullah (ketentuan dari Allah SWT), artinya semua yang terdapat di dunia dengan sengaja diciptakan dengan penuh keragaman. Kita dapat lihat ciptaan Allah seperti manusia, jin dan iblis adalah bentuk pluralitas dalam kerangka makhluk Allah, pria dan wanita adalah bentuk pluralitas dari kerangka kesatuan jiwa manusia, begitu juga agama Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, Islam merupakan bentuk pluralitas keyakinan manusia, anggota keluarga adalah pluralitas dalam kerangka kesatuan keluarga, begitu juga Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan al-Wasliyah adalah merupakan pluralitas dari kerangka aliran, dan masih banyak lagi pluralitas yang ditunjukan di alam ini, maka tidak ada alternatif lain kecuali menerima dan memelihara dengan mengarahkan kepada kepentingan dan tujuan bersama. Jalaluddin Rahmat mengatakan pluralitas (keragaman) aliran dalam Islam adalah untuk memberikan keleluasan kepada masyarakat dalam memilih konsep-konsep terbaik dan peraktek-peraktek yang cocok dengan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan tertentu. Disamping itu pluralisme aliran juga bertujuan membantu para pencari hukum dan keadilan untuk menemukan hukum yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi. (Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Qur’an Menyikapi Perbedaan, Jakarta, Serambi, 2006:18-19).
Pluralitas (keanekaragaman) itu sendiri mengandung potensi konflik, terutama dikalangan masyarakat yang kurang bersentuhan dengan ide-ide pluralisme, karena itu perbedaan suku, ras, bahasa terutama agama menjadi penghalang bagi mareka untuk menjalin kerjasama, bahkan bila kita membalik lembaran sejarah dunia, tidak sedikit diperoleh catatan tentang rusaknya persatuan suatu negara yang diakibatkan oleh tidak harmonisnya hubungan (pergaulan) antara penganut agama yang berlainan. Namun keberagaman itu juga merupakan aset yang berharga untuk meningkatkan kreatifitas bangsa Indonesia, dinamika sosial dengan cara mensyukurinya sebagai kekayaan bangsa, karena dalam membangun bangsa Indonesia tercinta ini tidak cukup dengan toleransi saja, karena istilah toleransi hanya sebatas hidup berdampingan secara damai, tetapi antara satu dan yang lain tidak saling pengertian dan tidak merasakan kebersamaan.
Pluralisme berasal dari kata “Plural” yang artinya beragam, beraneka macam, bermacam rupa dan beraneka ragam, sedangkan “isme” berarti paham, memahami atau pemahaman, jadi pluralisme adalah kesediaan untuk menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup beragama dan cara hidup berbudaya yang berbeda, serta kesediaan untuk hidup, bergaul dan bekerja bersama serta membangun negara bersama, singkatnya sikap positif terhadap kemajemukan. Oleh karena itu pluralisme tak lebih hanya sebagai sikap saja bukanlah Relativisme (semua agama sama) dimana seseorang harus komitmen yang kokoh terhadap agama yang dianutnya, tetapi jangan sampai terjebak kepada fanatisme sempit.
Bhineka Tunggal Ika bila direnumgkan secara mendalam dapat disimpulkan merupakan substansi dari pluralisme skala nasional. Bhineka berarti berbagai macam perbedaan-perbedaan Tunggal Ika berarti bersatu dalam kesatuan, merupakan usaha antisipasi guna mengindari pertumbuhan fanatisme sempit (yaitu, fanatisme yang tidak dibarengi dengan pemahaman agama yang mendalam) yang berbuahkan kekerasan atas nama agama yang sering terjadi dan dilakukan oleh sejumlah kelompok, untuk itu pluralisme berusaha menetralisir atau meretas konflik sosial yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan), guna menciptakan perdamaian, kerukunan, kehidupan yang harmonis dan tidak memakai sistem yang hanya baik untuk suatu kelompok tetapi sistem yang juga akan membawa kebaikan untuk semua anggota masyarakat. Bhineka Tunggal Ika juga berusaha menciptakan legitimasi yang setara kepada semua agama (semua aliran dan idiologi) yang ada, agar dapat hidup berdampingan bersama secara damai, aman, penuh tenggang rasa, toleransi dan saling menghargai, serta dengan tanpa adanya perasaan superioritas dari salah satu agama di atas yang lain, sehingga perbedaan itu tidak menjadi kendala menjalin kebersamaan dan pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Dengan semangat Bhineka Tunggal Ika mendapatkan satu titik temu, yaitu anti kebencian, anti permusuhan terhadap pihak lain, sehingga melahirkan persatuan dan kesatuan (situasi aman dan damai) guna memelihara stabilitas, ketahanan nasional atau eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Beranjak dari permasalahan di atas bahwa kita harus menyadari ketegangan agama-agama yang terjadi akan mengulangi lembaran hitam sejarah, maka penulis berkeinginan untuk membahas pluralisme yakni tidak lagi mempersoalkan batasan etnis dan agama, yang bertujuan keberagaman kita menjadi keindahan negara kita jangan sampai menjadi perpecahan diantara kita. Hal ini sesuai dengan konteks demokrasi, yaitu persamaan hak dan status dari setiap warga negara di depan hukum, tanpa melihat perbedaan etnis, agama, jenis kelamin, dan bahasa, dalam mengikat persatuan serta mengedepankan persamaan (sebagai warga bangsa yang satu), toleransi, keterbukaan, dari pada perbedaan dan perseteruan, karena setiap agama selalu menekankan toleransi, kasih sayang, tidak memandang suku, ras, dan perbedaan-perbedaan lainnya.
luar biasa ketua
BalasHapus